Jumlah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) mencapai 99% dari seluruh unit usaha di Indonesia. UMKM seringkali disebut sebagai mesin penggerak yang penting (critical engine) bagi perekonomian Indonesia. Kontribusi UMKM mencapai kisaran 60,51% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap sekitar 96,92% dari total tenaga kerja pada tahun 2022. Dalam setiap periode krisis ekonomi, UMKM bahkan mampu menjadi penyangga, beradaptasi, bertahan, dan mampu bangkit lebih cepat (Sri Susilo, 2021).
Kubtribusi UMKM terhadap investasi yang mencapai 60,42% dari total investasi. Di samping itu, sumbangan UMKM terhadap ekspor mencapai 15,69%. Dalam pemanfaatan teknologi digital, setidaknya 24% UMKM telah menafaatkan e-commerce.
Dengan melihat kontribusi tersebut maka semua pihak sepakat untuk memberdayakan UMKM agar dapat tumbuh dan berkembang dengan cepat. Dalam pemberdayaan UMKM terdapat 5 tantangan yang harus dihadapi oleh pemangku kepentingan (Lemhanas, 2023 dan Sri Susilo, 2021), yaitu: (1) rendahnya inovasi dan penerapan teknologi yang diterapkan UMKM. (2) Terbatasnya akses ke sumber-sumber pembiayaan. (3) Rendahnya produktivitas sumber daya manusia. (4) Keterbatasan kemampuan pemasaran dan branding produk. (5) Kualitas produk yang belum standar dan tersertifikasi.
Tantangan terkini dan menjadi isu terakhir adalah penetrasi digital (misalnya Tik Tok) dan banjirnya produk impor (misalnya penyelundupan, reseller produk impor, peredaran barang palsu dan sebagainya). Dari hasil survei, konsumen mengurangi belanja langsung (pasar dan pusat perbelanjaan) dan melalui market place (Shopee, Lazada dan sebagainya) dengan berpindah belanja melalui Tik Tok. Migrasi belanja ke Tik Tok termaksud mencapai sekitar 40%-50% (Lemhanas. 2023).
Untuk menjawab tantangan tersebut tentu bukan menjadi tanggung jawab Pemerintah (Pusat dan Daerah) saja, pemangku kepentingan mendukung dan membantu secara nyata pemerintah. Sejauh penulis ketahui, Perguruan Tinggi (PTN/PTS), Dunia Usaha (KADIN dan Asosiasi Pengusaha), Bank Indonesia, Otoritas Jasa Perbankan, Perbankan, Komunitas Masyarakat dabn Media Massa telah memberikan dukungan dan bantuan nyata dalam pemberdayaan UMKM.
Sebagai contoh, Bank Indonesia menjalankan program go digital dan go export. UMKM yang produknya telah lolos kurasi maka dilatih dan didampingi untuk menggunakan teknologi digital dengan optimal. Di samping itu, UMKM juga difasilitasi agar mampu menjual produknya di pasar ekspor. Program Bank Indonesia tersebut secara intensif dilakukan oleh 46 Kantor Perwakilan Dalam Negeri dan 5 Kantor Perwakilan Luar Negeri. Di samping itu, Bank Indonesia juga mempunyai Departemen Pengembangan UMKM dan Perlindungan Konsumen.
Selanjutnya Bank Indonesia juga mempunyai program Korporatisasi UMKM. Koporatisasi tersebut dilakukan melalui penguatan kelembagaan dan perluasaan kemitraan dengan pelaku usaha lain dengan tujuan untuk meningkatkan skala usaha UMKM. Penguatan kelembagaan tersebut dilakukan dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia, kualitas produk dan digitalisasi. Selanjutnya kemitraan usaha dapat dilakukan baik dengan sektor hulu maupun hilir dari UMKM.
Contoh lain, peran Perguruan Tinggi melalui Program Pengabdian pada Masyarakat (Abdimas) dan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Perguruan Tinggi telah berkontribusi dalam memberdayakan UMKM. Harus diakui, kontribusi tersebut belum optimal karena keterbatasan dana dan sumber daya lainnya.
Dengan diterapkan Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), khususnya program magang, seharusnya Perguruan Tinggi dapat meningkatkan kontribusinya dalam memberdayakan UMKM. Ketersedian sumber daya manusia (Dosen dan Mahasiswa) dapat dioptimalkan melalui pelatihan dan pendampingan yang lebih intensif serta berkelanjutan. Selama ini kontribusi Perguruan Tinggi terkesan sporadis dan tidak kontinyu.
Agar lebih optimal seharusnya momentum implementasi Program MBKM tersebut harus ditindaklanjutin oleh Perguruan Tinggi untuk bersinergi dan berkolaborasi dengan program pemberdayaan UMKM yang dilaksanakan oleh Pemerintah, Dunia Usaha, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Perbankan dan pemangku kepentingan lainnya.
Secara kongkret, Perguruan Tinggi menyiapkan Dosen dan Mahasiswa untuk terlibat dalam pelatihan, pendampingan dan bentuk lainnya dalam memberdayakan UMKM. Selanjutnya pemangkun kepentingan membuka diri untuk bekerjasama dengan Perguruan Tinggi dengan menyiapkan program, anggaran dan sumber daya lainnya. (Dr. Y. Sri Susilo, SE, M.Si. Dosen Prodi Ekonomi Pembangunan FBE UAJY, Pengurus Pusat ISEI dan Pengurus KADIN DIY)