BANDAR LAMPUNG – Pengadilan Negeri Blambangan Umpu berencana melakukan eksekusi atas lahan seluas 320 hektare milik PTPN VII Rabu (13/12/23). Rencana itu terkonfirmasi dari surat pemberitahuan pihak PN Blambangan Umpu yang dikirimkan kepada Bambang Hartawan dkk., selaku Kuasa Hukum Termohon Eksekusi (PTPN VII) yang baru diterima PTPN VII kemarin (11/12).
Dalam surat tersebut, Kuasa Hukum PTPN VII diminta untuk hadir pada agenda eksekusi sengketa perdata yang dimohonkan oleh PT Bumi Madu Mandiri selaku Pemohon Eksekusi. Eksekusi akan dilakukan pada Rabu, 13 Desember 2023, pukul 08.00 WIB, dengan tempat objek eksekusi di Desa Kaliawi, Kecamatan Negeri Besar, Kabupaten Way Kanan.
Menanggapi surat itu, Sekretaris Perusahaan PTPN VII dan juga Kuasa Hukum PTPN VII Bambang Hartawan menyatakan menolak. Dengan alasan bahwa eksekusi yang dilakukan PN Blambangan Umpu patut diduga tidak sesuai prosedur sesuai dengan Pedoman Eksekusi yang diterbitkan oleh Ditjen Badilum Mahkamah Agung Republik Indonesi tahun 2019, yang telah mengatur bahwa apabila terdapat kesalahan letak dan batas terkait objek yang akan dieksekusi menjadi alasan putusan tersebut non eksekutabel.
“Dengan tegas kami PTPN VII menolak langkah hukum tersebut. Silahkan lakukan eksekusi di Desa Kaliawai, Kecamatan Negeri Besar, Kabupaten Way Kanan karena kami tidak memiliki lahan di sana. Sedangkan lahan kami seluas 320 hektare itu tidak berada di desa itu, sebagaimana telah dituangkan dalam Berita Acara Konstatering tertanggal 23 November 2023” kata dia di Bandar Lampung, Selasa (12/12/23).
Penolakan tidak hanya soal salah lokasi, tetapi ada beberapa aspek lain yang tidak diindahkan oleh Petugas PN Blambangan Umpu ketika pelaksanaan Konstatering, pihaknya telah menyanggah dan menolak data yang diambil dan telah membubuhkan keberatan secara resmi pada Berita Acara Hasil Konstatering. Namun, keberatan resmi tersebut tidak menjadi pertimbangan sehingga PN Blambangan Umpu tetap melanjutkan ke proses eksekusi.
“Kami kecewa saat konstatering kami memberikan sanggahan dan keberatan secara resmi. Kalau ini masih dilanjutkan, untuk apa kami waktu itu diberi ruang sanggah. Artinya, proses hukum yang akan dilakukan ini sangat subjektif,” kata dia.
Lebih dari itu, Bambang menyayangkan PN Blambangan Umpu tidak mengindahkan proses hukum lanjutan yang sedang dilakukan pihak PTPN VII serta PTPN III (Persero) selaku Induk Perusahaan PTPN VII, yakni Peninjauan Kembali serta gugatan perdata baru. Bambang menunjukkan beberapa bukti korespondensi resmi yang dilakukan pemegang saham, yakni PTPN III (Persero)kepada beberapa pihak. Antara lain, Surat Menteri BUMN RI kepada Mahkamah Agung untuk menunda proses eksekusi atas lahan dimaksud tertanggal 30 November 2023.
“Menyikapi sengketa ini, Menteri BUMN RI telah mengirim surat Nomor: S 608/MBU/DHK/11/2023 kepada Ketua Mahkamah Agung RI agar langkah hukum eksekusi atas tanah yang saat ini masih tercatat sebagai aset negara untuk ditunda. Lalu, Jaksa Pengacara Negara (JPN) Kejaksaan Agung RI juga telah mengirim surat Permohonan Penundaan Eksekusi atas perkara ini yang ditujukan kepada Ketua PN Blambangan Umpu. Ketiga, Direksi PTPN VII juga telah mengirim surat penolakan konstatering tertanggal 30 November 2023,” kata dia.
Dengan surat pemberitahuan rencana eksekusi yang dikirimkan, Bambang menganggap pihak PN Blambangan Umpu melakukan langkah hukum secara sepihak dan tidak mengindahkan kaidah hukum lain yang sedang berjalan. Ia mengimbau agar PN Blambangan Umpu mengakomodasi beberapa bahan pertimbangan dari beberapa pihak terkait agar tidak terjadi gesekan di lapangan.
Menurut Bambang, beberapa surat permohonan penundaan eksekusi bukan tanpa dasar. Beberapa pertimbangan Menteri BUMN mengirim surat resmi ke Mahkamah Agung dan Surat Kejaksaan Agung sebagai Jaksa Pengacara Negara yang ditujukan kepada PN Blambangan Umpu adalah karena masih ada upaya hukum lanjutan. Yakni, pengajuan upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK) yang dilakukan pemegang Saham, yakni PTPN III (Persero).
“Ada tiga upaya hukum secara paralel dilaksanakan oleh PTPN III (Persero) dan PTPN VII yaitu Peninjauan Kembali, Gugatan Perbuatan Melawan Hukum, serta Gugatan Bantahan yang kesemuanya telah teregistrasi pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri Blambangan Umpu dan sampai dengan saat ini masih dalam proses persidangan” kata dia.
Menanggapi masalah ini, Ketua Umum SPPN VII Sasmika Dwi Suryanto menyatakan kecewa kepada PN Blambangan Umpu. Dalam beberapa kesempatan, ia sudah mengingatkan kepada para pihak untuk tidak memaksakan diri melakukan tindakan meskipun dari unsur penegak hukum. Sebab, kata dia, dalam kasus sengketa lahan antara PTPN VII dengan PT Bumi Madu Mandiri (BMM) masih ada upaya-upaya hukum yang dilakukan oleh Pihak PTPN VII.
“Secara hukum kami sangat taat. Tetapi langkah-langkah hukum yang dilakukan para penegak hukum, sebaiknya jangan semena-mena. Sebab, dalam kasus ini persoalannya sangat gamblang. Kami adalah pemilik sah sejak tahun 1980, tetapi anehnya Pengadilan seolah tidak melihat bukti-bukti yang kami punya. Sangat menyedihkan, perusahaan negara tidak diperhatikan oleh aparat negara” kata dia.
Sasmika menyatakan bahwa bersama dengan para Anggota SPPN VII akan berupaya mempertahankan aset negara. (WBA)