PBB: Junta Militer Myanmar Telah Melakukan Kejahatan Perang Brutal Yang Melanggar hukum HAM Internasional

Berita Hukum & Klarifikasi

Nicholas Koumjian, kepala IIMM (dok.PBB)

Jenewa, 16 Agustus 2024- IIMM (Independent Investigate Mechanism  for Myanmar) pada Selasa (13/8) melaporkan kepada media di Jenewa bahwa ada bukti substansial mengenai junta militer Myanmar yang telah melakukan kejahatan perang luar biasa dan brutal terhadap kemanusiaan, dimana warga sipil dengan sengaja dijadikan sasaran, dan bisa dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap hukum HAM Internasional

“Mandat kami adalah mengumpulkan bukti  substansial yang menunjukkan tingkat kebrutalan dan ketidakmanusiawian yang mengerikan di seluruh Myanmar. Banyak kejahatan telah dilakukan dengan maksud untuk menghukum dan menimbulkan terror di antara penduduk sipil,” kata Nicholas Koumjian, Kepala Mekanisme IIMM saat pelaporan tahunan mekanisme tersebut, seperti dilansir dari VOA Indonesia

Junta militer sendiri belum menanggapi laporan lembaga yang dibentuk oleh Dewan HAM PBB tersebut. PBB sendiri tidak mengakui junta militer sebagai pemerintah sah negara asal pemenang nobel perdamaian, Aung San Suu Kyi, itu  

Laporan IIMM setebal 18 halaman itu, mencakup periode 1 Juli 2023 – 30 Juni 2024, dan belum dikirimkan ke otoritas manapaun di Myanmar. Penyidik mengatakan laporan tersebut berdasarkan bukti yng dikumpulkan dari 900 sumber lebih, termasuk 400 lebih kesaksian dari saksi mata, serta bukti-bukti tambahan lainnnya seperti foto, video, citra geospal , postingan di medsos dan bukti forensic

Dalam laporan itu dikatakan sejak kudeta junta militer terhadap pemerintahan yang sah pada Februari 2021, jumlah kejahatan internasional di negara tersebut terus meningkat baik secara frekuensi maupun skala

Tidak hanya itu saja, laporan IIMM juga mendokumentasikan berbagai insiden yang membuktikan masyarakat sipil sering dijadikan sasaran dalam konflik. Ribuan warga sipil telah ditangkap dan disiksa bahkan dibunuh dalam penjara militer

Bukti terkait kejahatan seksual dan berbasis gender didalam tahanan yang dilakukan terhadap semua jenis kelamin, termasuk anak-anak di bawah 18 tahun, serta pemerkosaan berkelompok dan berulang, juga telah dikumpulkan oleh lembaga tersebut

IIMM berharap ASEAN dapat memainkan perannya untuk membantu mengakhiri kekerasan dan membawa pelaku ke pengadilan kejahatan perang

“ASEAN adalah pemain yang sangat penting di Myanmar. Namun kami melihat telah peningkatan kekerasan yang menarget warga sipil. Tidak cukup hanya dengan mengatakan kami mendukung diakhirinya kekerasan. Harus ada langkah-langkah yang harus diambil untuk memastikan bahwa kekerasan benar-benar telah berakhir. Sudah saatnya ASEAN untuk merealisasikan konsensusnya (Konsensus Lima Poin),” ujar Koumjian

Sebagai informasi, Konsensus Lima Poin adalah keputusan para pemimpin ASEAN yang diambil dalam pertemuan di Jakarta pada 24 April 2021, kurang dari dua bulan setelah junta militer Myanmar melakukan kudeta terhadap pemerintahan sipil pimpinan Aung San Suu Kyi

Konsensus Lima Poin mencakup pengiriman bantuan kemanusiaan, penghentian aksi kekerasan, diselenggarakannya dialog inklusif, pembentukan utusan khusus, dan kunjungan utusan khusus ke Myanmar.