Surabaya, 11 Juni 2026 – Roy Rovalino Herudiansyah, Kepala Kejari (Kajari) Sidoarjo yang dikenal dengan sosok yang berintegritas, inovatif, berprestasi dan selalu tampil apa adanya ini masuk salah satu nominasi Adhyaksa Awards dengan para nominator jaksa lainnya di Indonesia.
Pria kelahiran Pekalongan, 16 April 1977 itu berkisah tak menyangka akan mengemban amanah dan jabatan sebagai Kajari Sidoarjo. Bahkan, tak terbesit sedikit pun di benaknya bahwa ia bisa memiliki pencapaian sampai saat ini.
“Oom saya Kepala Dinas Penerangan dan lama pensiun. Saya jadi jaksa ini karena nemu rejeki, tidak ada backup atau beking dari siapa pun. Saya sendiri tidak menyangka bisa sampai di sini (menjabat Kajari Sidoarjo). Bapak saya manajer personalia di pabrik tekstil di Pekalongan. Ibu saya lulusan SMP dan pedagang batik untuk melengkapi dapur. Kakak saya yang pertama dosen, yang kedua notaris, ketiga wiraswasta, keempat di bank pelat merah, kelima saya, dan adik saya adalah anak terakhir sebagai wiraswasta,” kisah Roy.
“Duwik e wong swasta kuwi piro to, Mas, dinggok nyogok yo ra enek (uang dari pekerja swasta itu berapa to, Mas, untuk suap ya tentu tidak ada). Apalagi anaknya banyak, saya ini 6 bersaudara,” imbuhnya.
Dalam pribadinya, ia enggan menjadi orang yang diagung-agungkan. Bahkan, mendapat perlakuan istimewa seperti rekan dan mitranya. Menurutnya, hal tersebut hanya akan membuatnya tidak nyaman saat bekerja.
Roy mengaku masih teringat dengan pesan almarhum ayahnya. Mulai dari hal agama, pekerjaan, hingga pribadi yang harus apa adanya dan sederhana. Serta, hidup memberi manfaat bagi sekitarnya.
Lantas, ia menirukan kembali pesan yang pernah diamanahkan kepadanya. Begitu juga dari sang ibu.
“Almarhum bapak saya pernah ngomong ‘Kamu sudah saya modalin sampai sarjana, kalau soal pekerjaan itu (S1) modal kamu, jangan tergantung saya. Setelah S1 terserah kamu mau pekerjaan di mana. Kalau bapak mau juga bisa dimasukkan ke perusahaan, tapi bapak tidak mau. Agama bapak saya kuat dan pernah bilang ‘Jangan pernah terima suap!’. Kalau ibu saya doakan saya dan ingin saya bisa berguna bagi bangsa. Intinya secara nasional saya ada di situ dan bisa angkat derajat keluarga,” ungkap ayah dengan 4 anak itu.
Bermodalkan ijazah Sarjana Hukum Universitas Diponegoro (FH Undip) Semarang itu lah ia mencoba peruntungannya dengan mendaftar sebagai jaksa. Ia pun dinyatakan lulus dan mengenyam Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan Golongan III di Makassar di tahun 2002.
“Saya tidak ada backup apa-apa dan apa adanya, kalau pimpinan anggap prestasi alhamdulillah, kalau tidak ya tidak apa. Intinya, saya hanya menjalankan tugas saya dan saya pastikan selalu berbuat baik setiap hari kepada siapa pun dan di mana pun,” tuturnya.
Roy menjalani Pendidikan Pembentukan Jaksa (PPJ) Gelombang I pada Pusat Diklat Kejaksaan RI di Jakarta selama 6 bulan. Lalu, diangkat menjadi Calon PNS pada Kejaksaan Negeri Sengkang di tahun 2002.
Di kota pertama ia berdinas itu lah, Roy bertemu cinta pertamanya, Chaerul Hayati. Keduanya memutuskan untuk berumah tangga dan kini dikaruniai 4 buah hati.
“Waktu masuk kejaksaan, ditugaskan pertama kali di Sengkang Sulsel dengan gaji Rp 500 ribu, sempat tidak bisa pulang. Tapi alhamdulillah, di sana saya bertemu wanita yang sekarang menjadi istri saya. Sekarang (istri) dinas di Dinkes Kota Bandung,” paparnya.
Perjalanan Menjadi Insan Adhyaksa
Usai dilantik dan bertugas sebagai jaksa, Roy enggan berpuas diri. Ia terus menerus mengasah, menerima saran dan kritik, hingga memperdalam keilmuannya. Namun, ia mengaku kerap mendengungkan kepada sesama dan para juniornya agar benar-benar menjaga integritas dan kepercayaan publik.
Lulusan Magister Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung itu menyatakan setiap tindakan yang dilakukan ada konsekuensinya. Terlebih, setiap jaksa mengemban amanah dan tupoksi sebagai Adhyaksa.
“Saya tekankan itu ke teman-teman jaksa dan untuk mengangkat kepercayaan publik. Jangan rusak kepercayaan publik dengan mencederainya, harus amanah,” sambung dia.
Roy memegang teguh prinsip amanah dan sederhana dalam kesehariannya. Baik dalam kepribadiannya, maupun saat menjalankan tugas sebagai jaksa.
Pencetus Inovasi di Lingkungan Adhyaksa
Meski sempat dipandang sebelah mata, Roy mengaku tak mengapa. Ia membuktikannya dengan kinerja dan terobosan yang ia buat.
Salah satunya adalah perolehan sertifikat 17025 internasional oleh KAN (Komite Akreditasi Nasional) yang ia perjuangkan selama 4 bulan saat bertugas di Kejaksaan Agung. Selain itu, ia juga menyabet penghargaan Program Optimalisasi dan Kualitas Penanganan Perkara Tipikor Kategori Kejari Tipe A dari Kejaksaan Agung RI, Optimalisasi dan Kualitas Penanganan Perkara Tipikor Kategori Kejari Tipe A pada Kejari Surabaya dari Kejati Jatim, hingga Piagam Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya X Tahun dari Presiden Republik Indonesia di tahun 2014.
“Untuk pengembangan inovasi itu biasanya tergantung situasi dan karakter daerah, intinya berangkat dari keresahan dalam menangani kasus, terobosan itu tentunya tidak harus yang menguntungkan kejaksaan saja, tapi juga untuk masyarakat. Intinya begini, kondisional berdasarkan kasus, yang terpenting penanganan perkara cepat tuntas,” kata dia.
Lantas, ia mencontohkan tentang tata cara menciptakan inovasi di Kejari Sidoarjo. Roy membuat terobosan di Tanggulangin dengan menciptakan kesadaran hukum sembari mengangkat nilai ekonomi masyarakat di sekitar dengan cara mengutamakan UMKM.
“Ini sedang kami godok (diolah), pembangunan karakter masyarakat juga, tapi juga penghasilan kita tingkatkan, saya akan bikin roadmapnya, sebelumnya belum pernah dilakukan,” tutur dia.
Pada seksi datun, ia menekankan pada anak buahnya agar penerimaan dana hibah ke pedagang kecil untuk lebih intens. Lantas, ia membuat nama program Warung Renovasi.
Hal tersebut tak selamanya dianggap baik. Bahkan, ia sampai kerap didemo dan diancam dalam menjalankan tugasnya.
“Saya serong didemo LSM dan dituduh ada dana yang diselewengkan. Tapi, begitu saya tantang untuk lapor mereka tidak mau, alasannya masih disinyalir menyeleweng, bukan benar-benar ada penyelewengan,” tegasnya.
Saat menjabat sebagai Kajari Sidoarjo, Roy membuat terobosan sidang in absentia pada kasus perpajakan. Persidangan bisa tetap dihelat tanpa ada terdakwa yang dihadirkan lantaran melarikan diri.
“Saat itu menggunakan UU Pajak, penyidiknya tetap PPNS Pajak, cuma penuntutannya kita, hartanya bisa kita eksekusi meskipun mereka mau lari dan tidak bisa membela dirinya,” ucapnya.
Bilamana terobosan itu dinilai lancar dan berhasil, Roy mengaku tak keberatan ilmu dan legacy yang dibesutnya dijadikan percontohan. Bahkan, hingga diaplikasikan pada Adhyaksa se-Indonesia sekalipun.
“Apabila pimpinan akan mengambil hal ini untuk dijadikan semacam alternatif penyelesaian perkara serupa terhadap kejari lain misalnya ya monggo (silakan), Mas, saya justru senang ilmu dan pengalaman saya bermanfaat. Misalnya, ada permasalahan di kejari lain dan tak tuntas, lalu mengadakan supervisi perkara yang sama maka akan disampaikan ‘tuh sda sudah selesai’, dengan senang hati dan saya dukung,” jelasnya
Pernah Dapat Ancaman Ketika Mengurus Kasus Besar
Ketika mengurus beberapa perkara pelik, Roy mengaku tak berjalan mulus. Kerap dihantui teror atau ancaman dari sejumlah orang hingga kelompok.
Namun, Roy tak menggubris. Ia bersikukuh dan optimis dapat merampungkan tupoksinya secara cepat, tepat, dan akurat.
“Kemungkinan itu (teror) pasti ada, tapi saya tidak akan hiraukan. Intervensi banyak, tekanan itu ada banyak juga,” terangnya.
Roy mengakui penanganan perkara di Sidoarjo jauh lebih kompleks dan besar dari sebelumnya. Mulai dari perkara pertanahan, narkotika, hingga asusila yang dinilai paling dominan.
Namun, ia menyatakan tak gentar untuk tetap melanjutkan perkara. Bahkan, kerap memberikan dorongan dan pengamanan pada setiap jaksa yang mengurus perkara tersebut.
“Saat saya tugas di Cimahi, diteror lewat pesan singkat, dikuntit juga pernah, lalu difitnah terima uang Rp 1 miliar. Tapi ya sudah lah, saya abaikan saja,” tambahnya.
Rupanya, keberanian, kejujuran, kesederhanaan, hingga kelugasan Roy membuat pimpinannya terkesima. Satu persatu perkara krusial dan menyita perhatian publik pun mulai dipercayakan kepadanya.
“Saya pernah menangkap Surya Darmadi alias Apeng tentang kasus minyak goreng, sempat kabur ke Singapura dan Taiwan, tapi alhamdulillah bisa diamankan dan diproses hukum. Lalu, kasus Dahlan Iskan. Kemudian kasusnya La Nyala,” lanjutnya.
Kerap kali Roy mendapat pertanyaan dan penasaran dari teman jaksa, stakeholder, maupun masyarakat tentang dirinya. Menurutnya, semua orang mengira ada orang dan beking kuat di belakangnya sehingga berani menuntaskan kasus yang runyam sekali pun. Namun, Roy menampik dengan santainya.
Roy Rovalino di Mata Timnya
Kasipidum Kejari Sidoarjo Hafidi mengakui Roy Rovalino memiliki kepribadian yang humble, pandai bergaul, serta religius. Menurutnya, sering ada pengajian dan khataman quran rutin setiap minggu, serta sangat disiplin.
“Beliau pada saat mengadakan silaturahmi juga sering, misalnya saat peringatan hari besar, beliau juga tidak segan berkunjung tanpa protokoler, gampang berempati, apalagi bagi yang kesusahan, sangat dermawan sekali,” katanya.
“Tiba-tiba sering ke ruangan teman-teman, tidak malu makan bareng karyawan di kantin, apalagi beliau jarang banget protokoler, ‘opo onok’e’. Ngopi ya ngopi bareng, duduk bareng dan tidak mau dikawal,” sambungnya.
Dalam menjalankan tupoksinya, Hafidi menilai Roy kerap menekankan agar lebih mementingkan aspek keadilan masyarakat dengan cara mengedepankan hati nurani yang notabene berujung pada keadilan dan kepastian hukum. Selaku Kasi Pidum Kejari Sidoarjo ia mengaku sangat bangga dipimpin oleh Roy.
“Apalagi sangat berpengalaman, terutama di intelijen dan pidsus, prestasinya juga tidak kaleng-kaleng. Alhamdulillah kami terbaik kedua tipe a seluruh Indonesia di tahun ini, lalu untuk penanganan RJ kita kedua terbaik, tata kelola anggaran kita juga terbaik di pembinaan. Orang kelahiran 77 jadi Kajari itu menurut saya tidak sembarang orang bisa begitu. Apalagi latar belakang beliau dari keluarga tidak ada APH sama sekali dan tidak ada beking siapa-siapa,” imbuhnya.
Saat ada dinamika kelompok di Pidum, ketika diskusi Roy kerap meminta pendapat dari semua orang. Bahkan, tak malu dan gengsi menimba ilmu pada para juniornya.
“Beliau sangat tidak malu meminta masukan, tidak anti kritik, selalu menerima apapun saran yang masuk,” tuturnya.
Hafidi menyebutkan Roy juga menekankan efisiensi dan efektifitas kerja dengan membuat beberapa inovasi di Pidum. Seperti melanjutkan program SI HANA (Surat Perpanjangan Penahanan), mempercepat proses penerbitan surat, serta barang bukti seperti SI TIKA (sistem permintaan status ketetapan narkotika), hingga SI BOJOK (booking tilang online).
“Alhamdulillah, sekitar 40 persen lebih cepat kerja kita semua dan lebih mudah,” paparnya.
Hal senada disampaikan Kasintel Kejari Sidoarjo Andrie Soebianto. Menurutnya, Roy adalah sosok pimpinan sangat sederhana yang pernah ia temui. Seringkali, Roy minta ke jaksa dan pegawai untuk hidup apa adanya dan syukuri apa yang ada.
“Di kantor ini, kita ibadah dan menyekolahkan anak kita dan berbakti, selalu didengungkan. Beliau kalau marah pun tegurannya mendidik, dengan ilustrasi atau analoginya, tidak yang meledak-ledak, serta selalu memberikan solusi, tidak hanya menegur saja,” jelasnya.
Dalam menjalankan tupoksi hariannya, Roy dianggap selalu serba bisa dan istiqomah. Menurut Andrie, Roy kerap mampu melayani masyarakat yang mencari keadilan, terutama pada perkara kecil yang benar-benar membutuhkan pertolongan. Inovasi yang sudah ada pun terus dikembangkan.
“Beliau bersikap profesional sesuai tupoksi yang ada, menempatkan sesuatu pada tempatnya, selalu diminta perhatikan hati nurani, sangat profesional serta menetapkan kearifan lokal tentunya. Beliau juga tertib administrasi, tata kelola kantor, misalnya sangat fokus bagaimana kita tata naskah yang betul sesuai keputusan jaksa agung maupun instruksi dan aturan dari jaksa agung,” tegasnya.
Sementara itu, Kasipidsus Kejari Sidoarjo Franky Ariandi menyatakan inovasi sidang in absentia perkara pajak dinilai kian mempermudah kinerja. Biasanya, pengemplang pajak kabur dan jaksa kerap bingung menanganinya.
“Secara subjek hukumnya atau tersangka tidak di tempat. Namun adanya regulasi untuk bisa memproses tanpa hadirnya terdakwa, penegakan hukum bisa dilakukan, intinya perkara itu bisa tetap diproses. Walaupun tersangka lari kemanapun, perkara bisa berjalan dan dikenakan UU Pajak murni,” katanya.
“Untuk penanganan perkara pajak ini kan ranah dan penanganannya di Pidsus, tapi tentunya hal yang coba kami lakukan ini di tataran penuntutan itu akan menjadi preseden baik, atau pun menjadi yurisprudensi menurut saya m bisa diikuti seluruh jaksa dimanapun berada, apalagi di Sidoarjo pernah menangani. Tentu diharapkan bisa dilakukan di Indonesia,” sambungnya.
Ia mengaku tak ada kendala dalam penerapan sidang in absentia. Sebab, regulasi sudah diatur in absentia itu bisa dilakukan. Meski begitu, Franky mengaku keberhasilan persidangan tidak lepas dari kerjasama dengan PPNS dari Pajak lantaran mendukung keterangan saksi dan kelancaran persidangan.
“Salah satu faktor adalah efek jera dan modus operandi itu tadi seperti terdakwa lari dan tidak tertangani, lalu perusahaan ditutup. Nah inovasi ini bisa beri efek jera ke mereka, selain mendapat apresiasi, teman-teman pajak bersyukur, tentunya penegakkan hukum yang dilakukan itu membawa manfaat dan tercapai,” terangnya.
Ia mengaku ada perubahan signifikan pasca putusan tersebut. Terutama dari wajib pajak.
“Lebih tertib dan kooperatif kalau ada temuan, jadi teman-teman dari pajak merasa sangat terbantu, secara logika pengemplang pajak kan berpikir sejauh mana mau lari, karena bisa diadili secara in absentia, diatas 75 persen perubahannya, ibaratnya mereka sekarang lebih ringan kerjanya, karena para pelaku ini takut apalagi memenuhi panggilan dan harus dipenuhi, baru lah disampaikan relaksasi, lebih efisien dan efektif, tinggal orang pajak bilang kesanggupannya kapan, sangat signifikan banget, Mas,” jelasnya.
Ia mengaku kepemimpinan Roy fokus untuk pemberantasan korupsi. Dirinya kerap mendapat perintah dalam melaksanakan tugas tidak boleh pandang bulu, terutama pada mafia tanah.
“Intinya sesuai instruksi Jaksa Agung, sikat tidak pandang bulu pada mafia tanah, lalu mafia aset itu tidak ada yang luput dari pandangan kami. Kenapa begitu? Karena negara ini harus dijaga, tidak bisa disalahgunakan oleh oknum,” urainya.
Ihwal penyelamatan aset atau pemulihan harta negara pun mencapai Rp 40 miliar dalam kurun waktu tidak sampai setahun. Mulai dari aset tanah dan bangunan, hingga uang hasil korupsi.
Franky mengaku Roy selalu mendukung penuh seksi Pidsus. Menurutnya, langkah-langkah yang akan ditempuh dalam menegakkan hukum didukung penuh dan menaruh kepercayaan yang sangat besar.
“Beliau pesan agar pokoknya nothing to lose, laporan-laporan di Sidoarjo tapi tidak mau dizalimi, misalnya kalau ada cukup bukti ya katakan, tapi kalau bisa dilanjutkan ya dilanjutkan. Beliau benar-benar pimpinan yang merakyat, protokoler tidak pernah malah, ajudan yang melekat ke Pak Roy itu pun karena kami paksa, tapi hanya saat di kantor saja, beliau enjoy dengan pembawaan karakternya, beliau pernah bilang tidak perlu diagung-agungkan, dia malah tidak suka, jadi kami ya benar-benar tidak ada sekat dengan beliau,” papar dia.
Franky menilai apa yang diperoleh Roy bukan karena ada ‘tedeng aling-aling’. Menurut dia, jabatan hingga tugas yang diperoleh Roy karena kerja keras dan prestasi, bukan bekingan.
Baca Berita Menarik Lainnya Di Google News