Surabaya, 11 Juli 2024, Ketua Komisi Informasi (KI) Provinsi Jawa Timur, Edi Purwanto, menekankan kepada badan publik untuk menyiapkan data dan informasi yang dikecualikan guna menghindari sengketa informasi di kemudian hari. Hal itu dijelaskannya saat Rapat Koordinasi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di Ruang Anjasmoro Dinas Kominfo Jawa Timur, Kamis (11/7).
“Jika harus memilih, sekarang kita mau santai lalu besok perang (menghadapi sengketa informasi) atau sekarang perang (menyiapkan data yang dikecualikan) lalu besok bisa lebih santai? Ya, saya kira semua sepakat sekarang kita perang (siapkan data yang dikecualikan) agar kedepan tidak sampai terjadi sengketa di KI Jatim,” jelas Edi Purwanto.
Edi menyampaikan dengan menyiapkan data yang dikecualikan menjadi upaya untuk memilih dan menganalisis informasi. “Informasi mana saja yang benar-benar sesuai dengan peraturan dan mekanismenya untuk masuk kategori dikecualikan,” jelasnya.
Menurutnya, ketika ada permohonan informasi, badan publik harus siap untuk menyatakan bahwa informasi tersebut dikecualikan dengan alasan yang jelas. Namun, jika pengecualian informasi tidak sesuai dengan aturan, maka informasi tersebut akan diminta oleh Komisi Informasi.
Pada Undang-Undang No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), pengecualian informasi dibagi menjadi dua kategori utama, yakni substansial dan prosedural. Informasi substansial adalah informasi yang tidak boleh diungkapkan karena akan membahayakan kepentingan publik jika dibuka. Sementara itu, informasi prosedural adalah informasi yang pengecualiannya didasarkan pada mekanisme dan prosedur yang sudah ditetapkan.
Selain itu, Edi juga menyebutkan beberapa hal penting yang menentukan pengecualian informasi, termasuk perlindungan terhadap perusahaan yang sehat, pertahanan dan keamanan negara, serta kepentingan ekonomi nasional. Ia menegaskan pentingnya pengecualian informasi tersebut dalam menjaga ketahanan ekonomi dan pertahanan negara.
Edi juga menekankan bahwa pengecualian informasi harus sesuai dengan UU KIP yang mengatur tentang transparansi informasi di badan publik. “Informasi yang dikecualikan harus benar-benar teruji melalui proses uji konsekuensi sesuai dengan Peraturan Komisi Informasi No 1 Tahun 2021. Sehingga badan publik bisa dengan mudah menyampaikan alasan pengecualian informasi kepada pemohon,” ujarnya.
Pada UU KIP pasal 7 ayat 4 dan 5 dijelaskan, dapat memberikan pertimbangan tertulis, pertimbangan sosial, politik, ataupun ekonomi. Misalnya, ketika informasi sensitif dibagikan, kata dia, ada pertimbangan tentang dampak positif dan negatif bagi pemerintah serta masyarakat.
Untuk pengecualian informasi, lanjut dia, tidak bersifat permanen. Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No 1 Tahun 2021, retensi minimal untuk informasi yang dikecualikan adalah 30 hari, dan jika lebih dari 30 hari sebelum pengecualian berakhir, informasi tersebut akan terbuka secara otomatis.
“Diskusi kita kali ini menekankan pentingnya pertimbangan matang dan dasar hukum yang jelas dalam mengecualikan atau membuka informasi sensitif demi kepentingan publik. Diharapkan dapat menghasilkan kebijakan yang jelas dan transparan terkait pengecualian informasi di Jawa Timur, sehingga mampu melindungi kepentingan publik dan menjaga kerahasiaan informasi yang sensitif,” tuturnya.
Dengan badan publik yang lebih transparan terkait informasi dikecualikan, Edi berharap dapat mengurangi risiko sengketa informasi. “Harapannya, ke depan tidak ada lagi dinas atau perangkat daerah yang mendapatkan gugatan sengketa informasi di KI Jatim,” pungkasnya.