Surabaya, Desember 2023 – Keluarga Alumni Universitas Jember (Kauje) Korwil Jatim dan Korda Surabaya resmi dilkukuhkan oleh Ketua Umum Kauje Pusat M. Sarmuji yang juga Wakil Ketua Komisi VI DPR RI , Sabtu (16/12/23) di Surabaya.
Kauje Korwil Jatim diketuai oleh Lutfil Hakim yang juga Ketua PWI Jatim, sementara Ketua Korda Surabaya adalah Eries Jonifianto, seorang praktisi hukum di Jatim.
“Alhamdulillah Kauje Korwil Jatim sudah terbentuk, menyusul terbentuknya Korwil Jabar dan DKI. Sementara beberada Korda di Jatim juga segera terbentuk setelah senumlah daerah sudah kami lantik,” kata Sarmuji.
Pelantikan Kauje Korwil Jatim dan Korda Surabaya diselingi acara Dialog Interaktif bertajuk: “Menatap Jatim Lima Tahun Ke Depan'”, sebagai upaya merumuskan konsep usulan untuk memajukan Jawa Timur ke depan.
Hasil dari dialog dan pemikiran KAUJE ini kemudian akan diserahkan kepada pemimpin daerah Jawa Timur yang akan datang, sebagai sumbangsih pemikiran alumni Univesitas Jember untuk Jatim lrbih maju.
Dialog ini dipandu langsunv oleh Lutfil Hakim yang juga alumnus FISIP UNEJ angkatan 1983.
Menurut Lutfil, ada sejumlah catatan dan pekerjaan rumah (PR) bagi Provinsi Jatim yang harus dilakukan jika mengacu pada program Indonesia Emas 2045.
Salah satu pemateri pada dialog ini, ekonom UPN Veteran Jatim, Dr Ignatius Martha Hendrati, M.E, mengatakan Jatim butuh menerapkan green ekonomi.
“Tapi di sini kita ajukan pertanyaan, pentingkah memasukkan sirkuler ekonomi dalam RPJMD 2024, menanggapi RPJPN yang ditetapkan pemerintah 2025-2045,” jelas Ignatia yang alumnus FE UNEJ angkatan 1984 ini.
Di situ katanya dibutuhkan penajaman sinkronisasi RPJMN, di mana RPJMN dan RPJMD sebagai pedoman yang harus dilakukan.
“Kita lihat sasaran di visi 2045, bahwa kita akan menjadi negara maju, dengan pendapatan perkapita seperti negara maju, kemiskinan nol persen, ketimpangan kecil, daya saing tinggu, emisi GRK, dan net zero emission,” bebernya.
Dalam Perpres nomor 39 tahun 2023, manajemen risiko pembangunan nasional sudah dilakukan di 2025-2029, dan ditetapkan sejak tahap perencanaan, hingga pada pelaksanaan, dan pasca.
Maka transformasi menyeluruh dari RPJMN 2025-2029 dari RPJP 2025-2045 itu di antaranya transformasi sosial, ekonomi, dan tata kelola.
“Juga perlu dilandasi landasan kiat dan kerangka,” tukasnya.
Ignatia menekankan transformasi ekonomi, melalui iptek, inovasi dan produktivitas ekonomi. “Dari sini, penguatan berbasis sumberdaya alam, dan sebagainya. Saya ingin menekankan penerapan ekonomi hijau,” tambahnya.
Dia yakin ekonomi hijau di Jatim tidak akan sulit, karena sejak 2014, telah dihitung sehingga butuh namanya intervensi itu, sirkuler ekonomi.
“Apa itu sirkuler ekonomi? Dia merupakan regenerasi sistem dimana resource digunakan selama mungkin. Di RPJP dan RPJMN mengikuti sesuai indikator SDG’s,” ujarnya.
Sementara pemateri lainnya, Wakil Dekan III Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin Universitas Airlangga, Dr Imron Mawardi, SP, M.Si melihat Jatim dari indikator pertumbuhan ekonomi masih on the track.
Alumnus Fakultas Pertanian UNEJ angkatan 1989 ini mencontohkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 74,65, di atas rata-rata nasional tapi faktanya tidak merata di semua daerah, Kabupaten Bondowoso masih 60.
Jika dilihat usia di atas 25 tahun rata pendidikan itu 8,1 tahun artinya tidak lulus SMP. “Ini kan PR, kenapa IPM naik, tapi pendidikan mereka rendah. Jika IPM tinggi maka ada kesejahteraan di situ. Nah usaha yang harus dilakukan ke depan adalah memutus memutus rantai kemiskinan melalui sektor pendidikan,” beber Imron.
Jika dilihat angka kemiskinan di Jatim sudah baik di angka 10, artinya ada 4,1 juta jiwa penduduk Jatim yang miskin. Di tingkat nasional ada 25 juta penduduk miskin.
Maka untuk mengintervensi menyelesaikan kemiskinan adalah menyentuh golongan ini. Jika program kemiskinan di atas 6 juta maka itu tidak rasional alias muspro 2,1 juta.
Yang penting lagi soal kontribusi ekonomi Jatim terbanyak di bidang manufaktur 30 persen, perdagangan 15 persen, dan 11 persen pertanian.
“Padahal orang miskin mayoritas di pedesaan yakni 13,3 persen, di kota hanya 7 persen. Jika fokusnya ke manufaktur maka tidak akan menyelesaikan masalah.
Jangan mengacu makro ekonomi saja, artinya membangun sektor pertanian itu membangun manufaktur berbasis pertanian,” jelasnya.
Selanjutnya, kata Imron, ke depan harus mencari sumber pertumbuhan ekonomi baru. Tantangannya itu, contoh soal industri halal yang besar. Hanya saja faktanya kontribusi itu dari sisi konsumen bukan produsen. Kenapa dapur halal, penyedia daging halal terbesar justru Brazil dan Italia.
“Karena memang infrastruktur kita jelek. Bayangkan kita datangkan sapi dari pedalaman NTB ke Jawa biayanya lebih mahal, dibanding beli dari Australia,” jelas Imron.
Sementara menurut anggota DPR RI anggota Komisi 6, Sarmudji, SE, M.Si, kemiskinan di Jatim tidak bisa diselesaikan karena elalu lebih tinggi dari nasional, 10,43. Sedangkan angka nasional 9,3.
Sarmuji menyinggung bahwa format ke depan adalah membangun dengan prinsip transformasi struktural sebagai basis utama, bukan pendapatan daerah bruto.
Dia mengingatkan soal teori James A Stoner, jika kita membangun sektor pertanian, ada moral ekonomi petani dan mantra ekonomi yang tak boleh dilupakan yakni, agriculture evolution.
Lahan pasti terbagi, ada konstrain bahwa lahan makin sedikit. Padahal tenaga kerja tetap. “Maka harus ada solusi untuk menyelesaikan itu dengan mencarikan wahana baru bagi penduduk pedesaan, semisal wisata desa,” ujar alumnus Fakultas Ekonomi UNEJ angkatan 1992 ini.
Sarmuji menegaskan bahwa penyumbang komoditi penyumbang kemiskinan adalah beras dan rokok, untuk pangan.
Untuk non pangan adalah perumahan. Jika fokus intervensi ke sana maka akan menciptakan lapangan kerja yang luas.
“Ketiga, geo spasial. Sama pendekatannya. Di mana kantong kemiskinan dipetakan dan diintervensi.
Dialog dan pengukuhan KAUJE Korwil Jatim dan Korda Surabaya ini juga dihadiri Wakil Rektor 1 UNEJ Profesor Drs Slamin MComp.Sc, Ph.D, dan Wakil Rektor II Prof Dr drg Sri Hermawati, Ph.D.(*)