Kajati Jatim Menyetujui Ekspose Restorative Justice (RJ) Mandiri 27 Perkara Pidum

Berita Hukum & Klarifikasi

SURABAYA, Kamis 08 Mei 2025 – Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, yang diwakilkan oleh Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Setiawan Budi Cahyono, SH., M.Hum memimpin Ekspose Mandiri 27 (dua puluh tujuh) perkara yang dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif, dengan didampingi oleh Aspidum, Koordinator dan para Kasi di Bidang Pidum Kejati Jatim bersama dengan Kajari Surabaya, Kajari Sidoarjo, Kajari Kota Pasuruan, Kajari Tanjung Perak, Kajari Kota Mojokerto, Kajari Kabupaten Pasuruan, Kajari Lamongan, Kajari Kota Malang, Kajari Banyuwangi, Kajari Pamekasan, Kajari Jombang, Kajari Batu, Kajari Nganjuk, Kajari Tuban, Kajari Lumajang, Kajari Sumenep, Kajari Kabupaten Kediri. Rabu (07/05/2025)

Adapun perkara yang disetujui untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif yaitu terdiri dari :

  1. Pada Seksi A sebanyak 18 (delapan belas) perkara,
  2. Seksi B sebanyak 1 (satu) perkara,
  3. Seksi D sebanyak 8 (delapan) perkara, dengan rincian masing-masing sebagai berikut:

Bahwa sebanyak 18 perkara pada Seksi A yang merupakan kelompok Tindak Pidana Orang dan Harta Benda  (Oharda) terdiri dari:

  • 6 perkara Pencurian yang memenuhi ketentuan Pasal 362 KUHP diajukan oleh Kejari Surabaya, Kejari Sidoarjo, Kejari Batu, Kejari Tuban dan Kejari Kab.Pasuruan.
  • 5 perkara Pencurian dengan Pemberatan yang memenuhi ketentuan Pasal 363 ayat (1) KUHP diajukan oleh Kejari Surabaya,Kejari Tanjung Perak, Kejari Lumajang dan Kejari Sumenep.
  • 3 perkara Penganiayaan yang memenuhi ketentuan Pasal 351 ayat (1) KUHP, diajukan Kejari Kota Malang dan Kejari Kota Mojokerto
  • 2 perkara Penadahan yang memenuhi ketentuan Pasal 480 ke-1 KUHP, diajukan Kejari Jombang dan Kejari Banyuwangi
  • 1 perkara Penggelapan yang memenuhi ketentuan Pasal 372 KUHP, diajukan Kejari Nganjuk.
  • 1 perkara Tindak Pidana Penipuan yang memenuhi ketentuan kesatu Pasal 378 KUHP diajukan Kejari Lumajang.

Untuk perkara pada Seksi B Terkait Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika dengan jumlah perkara yang dimohonkan untuk dilakukan Rehabilitasi melalui pendekatan Keadilan Restoratif sebanyak satu perkara oleh Kejaksaan Negeri Kota Pasuruan dengan Pasal yang disangkakan melanggar Pertama Pasal 112 ayat (1) Jo Pasal 132 ayat (1) Undang- Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika atau Kedua Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

Sementara itu, perkara yang dimohonkan untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif pada Seksi D terkait Tindak Pidana Umum Lainnya (TPUL) sebanyak 8 perkara Kecelakaan Lalu Lintas yang memenuhi ketentuan Pasal 310 UU RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, antara lain diajukan oleh Kejari Surabaya, Kejari Sidoarjo, Kejari Pamekasan, Kejari Tanjung Perak, Kejari Sumenep dan Kejari Kab. Kediri.

Penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif menjadi bukti bahwa negara melalui Kejaksaan hadir di tengah masyarakat menciptakan rasa keadilan dan kepastian hukum melalui penegakan hukum yang humanis, dengan mengutamakan musyawarah dan pemulihan kembali kondisi korban seperti keadaan semula serta mengembalikan pola hubungan baik di masyarakat.

Melalui kebijakan ini, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang merasa terciderai oleh rasa ketidakadilan. Akan tetapi, perlu digarisbawahi bahwa Keadilan Restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi kesalahan serupa.

Permohonan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif harus memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Perja Nomor 15 Tahun 2020, yaitu : Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana yang ancaman pidananya tidak lebih dari 5 tahun penjara; Telah ada kesepakatan perdamaian antara Korban dan Tersangka dan hak korban telah dipulihkan kembali serta masyarakat merespons positif dan khusus untuk Perkara Penyalahgunaan Narkotika, Rehabilitasi berdasarkan Keadilan Restoratif sebagaimana diatur dalam Pedoman Nomor 18 Tahun 2021, antara lain mempertimbangkan bahwa tersangka hanya sebagai penyalahguna Narkotika untuk dirinya sendiri (end-user); tersangka tidak berperan sebagai produsen, bandar, pengedar dan kurir ataupun terkait jaringan gelap peredaran Narkotika, serta barang bukti yang ditemukan pada diri tersangka pada saat tertangkap tangan jumlahnya tidak melebihi dalam satu hari pemakaian.

Baca Berita Menarik Lainnya Di Google News