
Lamongan, Senin 06 Oktober 2025 – Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Provinsi Jatim bersama Forum Kader Bela Negara (FKBN) dan Komunitas Jurnalis Lamongan (KJL) menggelar seminar “Komunikasi dan Edukasi Jurnalistik” yang diikuti ratusan kepala sekolah (Kasek), guru, staf sekolah, kepala desa (Kades) dan perangkat desa se Kabupaten Lamongan.
Kegiatan bertempat di LA Restaurant LSC Lamongan, Minggu (5/10) berlangsung seru saat sesi dialog. Sejumlah pertanyaan kritis terlontar dari para peserta seminar.
Diantaranya : bagaimana menghadapi wartawan bodrek (sebutan oknum wartawan yang cuma mencari uang dengan pemaksaan ataupemerasan), apa ciri-ciri media resmi, lapor ke siapa kalau menghadapi ancaman wartawan dan media dan lainnya.
Fery Fadli, anggota JMSI Jatim di Lamongan selaku ketua panitia seminar mengemukakan kegiatan ini untuk mengenalkan jurnalistik dan wartawan yang benar. “Banyak Kasek maupun Kades mempertanyakan kedatangan wartawan media yang disebut abal-abal,” ujarnya.
Seminar dan dialog dipandu oleh narasumber : Syaiful Anam dan Jay Wijayanto (Ketua dan Wakil Ketua JMSI Provinsi Jatim). “Media pers, mengacu pada UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers,” ujar Syaiful Anam.
Sedangkan kinerja dan produk wartawan menurut Syaiful Anam dilihat dari kesesuaian dengan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). “UU Pers dan KEJ menjadi kitab suci media dan wartawan, yang kemudian pelaksanaan dan pengawasannya dilakukan Dewan Pers,” tambahnya seraya menguraikan pasal-pasal “kitab suci” media dan wartawan itu.
Sementara itu Jay Wijayanto menyampaikan materi : Mendeteksi dan menghadapi media abal-abal serta wartawan bodrek. Media abal-abal kata Jay adalah media palsu dan tidak penting. Sedangkan wartawan bodrek sebutan bagi oknum wartawan yang hanya mencari uang dan disertai pemaksaan. Setidaknya ada 20 ciri-ciri dan cara menangkalnya.
Kata Jay Wijayanto, yang terpenting diantaranya, bahwa media pers harus berbentuk badan hukum (PT), mencantumkan alamat lengkap termasuk telepon serta penanggungjawab (Pimred).
“Silakan cek boks redaksinya. Kalau lengkap, aman. Jika tidak lengkap, bisa dipastikan abal-abal. Lebih gampang lagi jika media tersebut telah terverifikasi Dewan Pers, itu sudah aman,” ujarnya.
Sedangkan isi beritanya juga bisa dideteksi. “Dari bikin judul berita dan lead sudah kelihatan baik buruknya. Isinya juga tidak hoaks, berdasarkan fakta dan berimbang (ada penjelasan berbagai pihak),” ujarnya.
Menurut Wijayanto, jika kedatangan dari media dan wartawan abal-abal yang memaksa minta uang, jangan panik. “Tidak usah diberi, bisa diarahkan terlebih dahulu ke Humas atau Kominfo daerah,” ujarnya.
Jika kemudian muncul pemberitaan yang tidak sesuai menurut Wijayanto, gunakan hak jawab. “Media wajib memuat hak jawab,” ujarnya. Bila tidak mau, maka laporkan ke Dewan Pers melalui link website Dewan Pers atau bisa langsung berkirim surat.
Pada akhir sesi, Ketua JMSI Jatim Syaiful Anam meminta kalangan media dan wartawan untuk menjalankan tugas sesuai UU Pokok Pers dan Kode Etik Jurnalistik. “Insya Allah membawa manfaat dan tidak ada keberatan dari pihak manapun,” ujarnya.
Sedangkan bagi pejabat publik termasuk Kasek dan Kades diminta untuk menjalankan tugas sesuai peraturan yang berlaku. “Kalau pejabat melaksanakan tugas sesuai aturan, tidak korupsi, berlaku adil, maka tidak perlu takut didatangi siapa pun termasuk wartawan bodrek. Jelaskan secara terbuka kinerjanya yang sudah baik,” pungkas Syaiful Anam. (*)