Investasi Manufaktur Jadi Motor Akselerasi Ekonomi Jawa

Berita

SURABAYA, 5 NOVEMBER 2025 — Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa penguatan investasi di sektor manufaktur menjadi kunci utama akselerasi pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa.

Melalui forum Java Regional Economics Forum (JREF) 2025 di Surabaya, BI bersama kementerian, lembaga, akademisi, dan pelaku industri meluncurkan buku kajian strategis bertajuk “Strategi Peningkatan Investasi Sektor Manufaktur untuk Mendukung Pertumbuhan Berkelanjutan di Wilayah Jawa.”

Kepala Perwakilan BI Provinsi Jawa Timur, Ibrahim, menekankan bahwa sektor manufaktur memiliki peranan vital dalam struktur ekonomi nasional. Kontribusi wilayah Jawa terhadap PDB Indonesia mencapai hampir setengah total nasional, menjadikannya lokomotif utama perekonomian.

“Kunci akselerasi ekonomi terletak pada kemampuan menciptakan ekosistem investasi yang kondusif, memperkuat konektivitas, serta memastikan tenaga kerja memiliki kompetensi sesuai kebutuhan industri,” ujarnya.

Menurut Ibrahim, sektor manufaktur di Jawa menyumbang 27,85% terhadap perekonomian daerah dan menyerap lebih dari 34% tenaga kerja.

Untuk memperkuat investasi berkelanjutan, BI se-Jawa terus menjalankan berbagai inisiatif seperti investment dialogue, banking profiling, investment courtesy, hingga investment forum guna memperluas jaringan dan mempercepat realisasi investasi produktif.

BI menggarisbawahi tiga langkah utama memperkuat investasi manufaktur, yakni optimalisasi infrastruktur dan konektivitas antarkawasan, sinkronisasi antara dunia pendidikan dan industri, serta pemberian insentif dan kemudahan perizinan.

Upaya ini diperkuat dengan perluasan akses pembiayaan investasi melalui promosi lintas provinsi di Pulau Jawa.

Dari sisi pemerintah, Asisten Deputi Pengembangan Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Aneka Kemenko Perekonomian Atong Soekirman, menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen menciptakan iklim investasi yang kompetitif melalui penyederhanaan perizinan, pemberian insentif fiskal, dan penguatan kawasan ekonomi.

“Tujuannya bukan hanya agar investasi tumbuh, tetapi juga agar mampu menyerap tenaga kerja berkualitas di seluruh wilayah Jawa,” katanya.

Sementara itu, Direktur Perencanaan SDA dan Industri Manufaktur Kementerian Investasi dan Hilirisasi Ratih Purbasari Kania, mengungkapkan bahwa hingga kuartal III 2025, realisasi investasi di Jawa mencapai Rp692,5 triliun, atau 48% dari total nasional.

“Fokus pemerintah kini adalah memastikan investasi yang masuk memiliki nilai tambah tinggi, berorientasi ekspor, dan berdaya saing global,” ujarnya.

Dari sisi akademik, Riyanto dari LPEM Universitas Indonesia memaparkan potensi besar investasi hijau (green investment) di Jawa. Menurutnya, transformasi menuju industri berkelanjutan dapat meningkatkan efisiensi energi, menekan biaya produksi, dan membuka peluang ekspor produk ramah lingkungan.

“Kolaborasi lintas sektor dan insentif kebijakan sangat dibutuhkan untuk mempercepat transisi menuju industri hijau yang kompetitif,” tegasnya.

Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Tri Yanuarti, menambahkan bahwa BI juga berperan aktif dalam mendukung investasi produktif melalui penguatan intermediasi sektor keuangan, pengembangan pembiayaan hijau, dan peningkatan transparansi informasi investasi.

“Langkah-langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor sekaligus menjaga stabilitas ekonomi jangka panjang,” ujarnya.

Dari hasil kajian yang diluncurkan, BI merumuskan empat rekomendasi strategis yang meliputi penguatan koordinasi lintas sektor dalam pengembangan kawasan industri dan hilirisasi komoditas unggulan.

Kemudian percepatan investasi hijau melalui kebijakan insentif dan inovasi teknologi, peningkatan produktivitas tenaga kerja industri melalui program vokasi dan digitalisasi manufaktur, serta perluasan akses pembiayaan bagi industri kecil dan menengah yang menjadi bagian dari rantai pasok manufaktur.