
Jakarta, 25 Oktober 2025 – Ketua Umum PP (Pimpinan Pusat) Pagar Nusa, Muchamad Nabil Haroen berikan pesan untuk ‘Siaga Bela Kiai, Jaga Pesantren, Bela Negeri’. Hal itu dikatakannya saat dalam Gelar Pasukan dan Latihan Gabungan Pagar Nusa di Hari Santri 2025, Ahad (19/10/2025) pagi.
“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Al-ḥamdu lillāh, waṣ-ṣalātu was-salāmu ‘alā sayyidinā wa mawlānā wa ḥabībinā wa syafī‘inā Muḥammad, Rasūlillāh, wa ‘alā ālihī wa ṣaḥābatihī, wa man tabi‘a sunnatahu wa jamā‘atah, min yawmīnā hādzā ilā yaumin-nahḍah, ammā ba‘du,” ucap dalam sambutannya.
Muchamad Nabil Haroen mengatakan kepada para Kiai, para Masyayikh, para pendekar Pagar Nusa, dan seluruh santri yang dimuliakan Allah SWT.
Salah satu intisari dari dawuh Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari dalam kitab Adab al-‘Alim wa alMuta’allim adalah: ‘Keberkahan ilmu hanya akan turun kepada murid yang memuliakan gurunya dan menjaga kehormatan para gurunya’.
“Pesan ini bukan sekadar dawuh, tetapi fondasi keberadaan kita sebagai santri. Tanpa ta’dzim kepada kiai, hilanglah keberkahan ilmu. Tanpa penjagaan terhadap pesantren, runtuhlah benteng peradaban bangsa,” ungkapnya.
Menurut Muchamad Nabil Haroen, saat ini ada narasi yang berkembang di ruang publik yang menyesatkan, menuduh pesantren sebagai penghambat kemajuan dan penyebab kemunduran umat.
“Narasi ini tidak hanya keliru secara fakta, tetapi juga mengingkari sejarah. Pesantren justru menjadi pusat lahirnya ulama, pejuang kemerdekaan, pendidik bangsa, dan penjaga akhlak umat. Jika hari ini Islam dikenal sebagai rahmat bagi bangsa Indonesia dan diterima sebagai kekuatan peradaban yang damai dan moderat, maka pesantren adalah pilar utamanya,” jelasnya
Apakah kita marah? Muchamad Nabil Haroen menegaskan, “Ya, kita marah!,” tegasnya.
Namun dirinya menuturkan, “Tetapi kemarahan kita bukan dendam. Ini adalah kemarahan santri: kemarahan yang lahir dari cinta kepada kiai, dikendalikan oleh adab, dan diarahkan oleh komando. Marah kita bukan untuk merusak, tetapi untuk menjaga. Bukan untuk menebar kebencian, tetapi untuk mempertahankan kehormatan agama,” terangnya.
“Hari ini, kita berkumpul bukan hanya untuk meneguhkan amarah, tetapi untuk meneguhkan martabat. Kita hadir bukan untuk menciptakan kegaduhan, melainkan untuk menunjukkan kesiapsiagaan santri dalam menjaga kiai dan pesantren, penjaga akhlak bangsa dan benteng terakhir peradaban Islam Nusantara,” imbuhnya.
Hari Santri bukan sekadar seremoni tahunan, ia adalah peneguhan ruh Resolusi Jihad yang dikobarkan para kiai pada 22 Oktober 1945. Saat itu, para kiai tidak hanya mengeluarkan fatwa, tetapi memimpin langsung barisan jihad demi mempertahankan agama dan kemerdekaan bangsa.
“Jika dahulu para santri mengangkat bambu runcing melawan penjajah fisik, maka hari ini Pagar Nusa mengangkat kesiapsiagaan moral dan spiritual untuk menghadapi penjajahan baru, penjajahan terhadap martabat kiai, terhadap pesantren, dan terhadap identitas Islam Ahlussunnah wal Jamaah di bumi Nusantara,” tegasnya.
Oleh karenanya, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pagar Nusa tekankan kepada seluruh pasukan untuk:
1. Pegang teguh komando.
Gerak satu, niat satu, langkah satu. Loyalitas kepada komando adalah bukti ketaatan santri kepada kiai dan organisasi.
2. Jaga adab dan kedisiplinan.
Kekuatan Pagar Nusa bukan pada amarah, tetapi pada ketertiban, kesopanan, dan akhlak yang mencerminkan martabat pesantren.
3. Fokus pada pesantren dan kiai sebagai pusat keberkahan.
Seluruh gerakan dan aspirasi kita berpijak pada tanggung jawab menjaga sumber ilmu, akhlak, dan jati diri bangsa.
4. Sampaikan aspirasi dengan cara yang beradab, tertib, dan berlandaskan hukum.
Dengan demikian, yang terbangun adalah kepercayaan umat dan simpati publik, bukan kekhawatiran atau ketegangan.
5. Pastikan setiap gerakan Pagar Nusa membawa rasa aman dan ketenangan.
Karena santri hadir bukan untuk mengancam siapa pun, tetapi untuk menjaga, melindungi, dan menenangkan umat.
Muchamad Nabil Haroen menambahkan, kita hanya akan berhenti ketika seluruh serangan terhadap identitas kiai dan pesantren lenyap, dan kehormatan kiai dan pesantren kembali tegak sebagaimana mestinya. Inilah garis perjuangan kita, garis yang tidak bisa ditawar dan tidak akan pernah kita mundurkan.
“Hari ini kita tampil dengan kesiapan penuh. Kita buktikan siapa kita dan seberapa kuat loyalitas kita kepada kiai dan pesantren. Pagar Nusa bukan sekadar warisan sejarah, Pagar Nusa adalah sejarah yang siap bergerak!,” tegasnya.
Dalam menjelang akhir pidatonya, Muchamad Nabil Haroen mengatakan, loyalitas kita bukan sekadar ucapan, tetapi kesediaan menjadi benteng hidup kapan pun komando diturunkan. Instruksi lanjutan akan datang pada waktunya. Sampai saat itu tiba, kita tetap tegak dalam satu barisan, satu komando, dan satu tekad: Bela Kiai, Jaga Pesantren, Bela Negeri.
“Dengan mengucap Bismillahirrahmanirrahim, saya nyatakan: Gelar Pasukan dan Latihan Gabungan Pagar Nusa resmi dimulai!,” tandasnya.
“Pagar Nusa!,” serunya.
Pasukan menjawab, “Siaga! Siaga! Siaga!,”.
“Bela Kiai!,” pekiknya.
Pasukan menjawab, “Sampai Mati!,”.
“Wallahul muwaffiq ila aqwamit thariq. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,” tutup Ketua Umum Pimpinan Pusat Pagar Nusa, Muchamad Nabil Haroen dalam akhir pidatonya saat Gelar Pasukan dan Latihan Gabungan Pagar Nusa.