Jakarta – Bagi Yoga Angelina, menuntaskan materi sempat jadi targetnya di sekolah sebelum pandemi melanda. Namun, rancangan program mengajarnya buyar saat sekolah di Jakarta harus melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Guru SDN Duri Pulo 05 Pagi Jakarta Pusat ini lalu putar otak agar siswa kelas 4 SD yang diampunya bisa belajar dan menuntaskan materi seperti sebelum pandemi. Namun, pelatihan guru yang ia jalani selama pandemi justru mengubah tujuannya
Berfokus pada Kebutuhan Anak
Instruksi PJJ muncul usai Alin, begitu ia disapa, rampung menyelenggarakan Penilaian Tengah Semester (PTS). Materi kelas 4 Kurikulum 2013 di pengujung semester 2 seperti sudut dan pengolahan data kian berat untuk para siswa.
Pemikiran Alin untuk menuntaskan materi secepatnya sesuai Kurikulum 2013 kemudian berubah saat aktif mengikuti pelatihan dan program peningkatan kapasitas guru. Di antaranya yakni menjadi perwakilan DKI Jakarta di Pembelajaran Berbasis TIK (PembaTIK) Kemendikbudristek, serta peserta Wardah Inspiring Teacher perdana pada 2020.
“Materinya benar-benar baru. Materi-materi ini agak sulit saya terima karena harus mengubah mindset yang sudah ada bertahun-tahun,” tuturnya di Pembukaan Wardah Inspiring Teacher 2023 di Gedung Kemendikbudristek, Jakarta, Sabtu (16/9/2023).
“Banyak miskonsepsi belajar yang harus saya ubah, seperti yang dulu memampang nilai anak,” imbuhnya.
Alin menuturkan, mempelajari konsep Merdeka Belajar juga membuatnya sadar bahwa perlu membuat media belajar sesuai kebutuhan anak.
“Nggak cuma membuat media yang keren, tetapi saat membuat, refleksikan apakah murid butuh, apakah sesuai, agar pembelajaran bermanfaat,” ucapnya.
Kasih Sayang pada Siswa
Soal mengasihi siswa pun jadi fokus Wuri Handayani, guru SD Aren Jaya 4 Kota Bekasi. Harapannya, sebagai guru, ia dapat memberikan kasih sayang pada siswa-siswanya di tengah lingkungan yang keras.
Merespons concern Wuri, Founder Yayasan Guru Belajar Najeela Shihab berpendapat, penting untuk memahami rasa tidak berdaya siswa dengan keterbatasan di lingkungannya. Sebab, usia dan pengalaman siswa yang belum seumur jagung menghadapi peristiwa dan tantangan hidup di luar kendali dapat menjadi beban berat.
Memberikan rasa berdaya menurutnya penting untuk membuat siswa merasa mendapat kasih sayang. Contohnya seperti pengalaman di sekolah yang memungkinkan siswa bisa membuat pilihan, merasa didengarkan, punya tempat aman, dan punya lingkungan nyaman.
“Memanusiakan hubungan jadi fondasi interaksi buat semua anak maupun orang di usia berapapun, terutama di lingkungan mengajar yang penuh keterbatasan. Karena ini langka buatnya–biasanya dia tidak punya pilihan, pola asuhan dengan tekanan, atau kekerasan,” tuturnya.
Ela menuturkan, siswa yang ‘meminta cinta kasih’ dengan cara paling menyebalkan justru sangat membutuhkannya. Sebab, sang anak justru tidak tahu atau merasa tidak aman untuk mengekspresikan kebutuhannya dikasihi.
“Ini PR besar bagi guru, untuk tahu bahwa reaksinya yang menolak dan nggak mau dikasihi itu semata-mata karena pengalamannya, traumanya dalam hub lain sebegitu besar,” tuturnya.