Pemerintah Indonesia menargetkan produksi bioetanol hingga 1,2 juta kiloliter (KL) di 2030 untuk semakin mendorong pemanfaatan bahan bakar nabati (BBN) di dalam negeri. Produksi ini meningkat pesat bila dibandingkan saat ini yang baru mencapai 10.000 KL setahun.
Wakil Menteri BUMN I, Pahala Mansury menjelaskan, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden No 40 Tahun 2023 mengenai Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati.
Kebijakan tersebut dibuat untuk meningkatkan penggunaan bioethanol sebagai pengganti bahan bakar fosil di dalam negeri. Pahala mengatakan, salah satu pertimbangan utama dikembangkannya bioetanol karena melihat potensi tebu yang melimpah di Indonesia.
“Indonesia baru memiliki 1.800 hektar lahan tebu saja, kita berharap lahan ini bisa dikembangkan untuk ditanam tebu sebagai sumber bioetanol bisa meningkat menjadi 700.000 hektar dan bisa menghasilkan 35 juta ton tebu,” jelasnya dalam acara EBTK ConEx di ICE BSD, Kamis (13/7).
Melalui penambahan produksi tebu tersebut, pemerintah di dalam beleid Perpres 40/2023, menargetkan produksi bioetanol sebagai biofuel yang bisa dikembangkan hingga 1,2 juta kiloliter di 2030.
Produk bioetanol ini coba dikomersialisasikan melalui PT Pertamina dengan merilis produk Green Pertamax (RON 95) dengan kandungan bioetanol 5% (E5).
Pahala berharap, dikembangkannya bioetanol bisa menjadi opsi bagi masyarakat mengganti bahan bakar minyak (BBM) fosil ke energi yang lebih bersih.
Di sisi lain, Pemerintah ingin Indonesia tidak hanya dikategorikan sebagai negara yang berhasil menurunkan emisi melalui biodiesel (B35), tetapi juga diharapkan gasoline mulai menggunakan bioenergi sebagai komitmen bersama.