Hari Natal adalah perayaan tahunan umat Kristiani yang dilaksanakan setiap tanggal 25 Desember. Perayaan Natal yang berdekatan dengan tahun baru identik dengan berbagai ornamen-ornamen khas Natal. Sebut saja seperti pohon cemara yang dihiasi lampu, pernak-pernik lonceng, topi natal, dan tentu saja Sinterklas.
Objek terakhir memang tak bisa dilepaskan dari perayaan Natal. Sinterklas, atau dikenal juga sebagai Santa Claus, jadi salah satu tokoh utama di Hari Natal.
Sinterklas merupakan tokoh yang terinspirasi dari Santo (Saint) Nicholas yang merupakan Uskup Myra di salah satu kota di Romawi. Semasa hidupnya dia dikabarkan sering membantu orang-orang miskin. Dia juga diketahui sering membagikan banyak hadiah ke anak-anak di kota tempat tinggalnya.
Barangkali, berkat perilaku inilah banyak orang di berbagai budaya menceritakannya lintas generasi secara fiksi sebagai pemberi hadiah ke anak-anak di Hari Natal. Dalam berbagai film, misalkan, dia dikisahkan naik kereta salju, yang ditarik oleh rusa, datang ke rumah untuk memberi kado. Kado itu biasanya ditaruh di cerobong asap atau pintu rumah.
Lalu pertanyaan jika benar sering membagi-bagikan kado, seberapa kaya Sinterklas?
Sekilas pertanyannya memang nyeleneh, tapi tim riset dari perusahaan di Inggris, Design by Soap, pernah menggarap hal ini secara serius pada 2017 lalu. Namun, sebelum membahas itu kita harus pahami dulu anggaran belanja mainan Santa setiap tahunnya.
Perlu diketahui, biaya rata-rata pembuatan, produksi dan pengemasan satu mainan mencapai US$ 10 atau Rp 150-an ribu per anak. Mengacu pada data PBB, ada 2,4 miliar anak berusia 17 tahun ke bawah di seluruh dunia.
“Dengan asumsi semua anak-anak ini menerima hadiah, maka total biaya mencapai US$ 24,3 miliar (Rp 380-an triliun),” tim riset, dikutip dari CNBC International, Jumat (18/12/2023).
Uang sebanyak itu baru di tahap produksi. Belum lagi ongkos kirim. Diketahui, Santa dikisahkan bermukim di Kutub Utara. Tentu saja, ongkos kirim dari sana sangat jauh. Namun, dalam perhitungan kali ini tim riset memutuskan untuk mengambil titik dari China.
“Pengiriman lewat jalan darat dari kota akan menelan biaya US$ 446 juta. Sedangkan melalui laut mencapai US$ 236 juta. Total mencapai US$ 683 juta atau Rp 10 triliun,” tulisnya.
Lagi-lagi ini belum menghitung biaya lain-lain. Sebut saja seperti akomodasi, tempat tinggal, dan asuransi. Untuk makanan saja tim riset menyebut angka US$ 18,3 juta. Sedangkan kebutuhan asuransi mencapai US$ 291,4 juta.
Tentu dengan melihat nominal angka-angka di atas, pengeluaran Sinterklas tepatnya mencapai US$ 25 miliar atau Rp 400-an triiliun. Perlu diingat ini semua masih perhitungan kasar dan lagipula tidak bisa mencapai angka pasti.
Namun, dengan besaran nominal di atas, seandainya Santa non-fiksi sudah pasti akan menjadi orang terkaya nomor satu di dunia. Menariknya, Forbes sempat menempatkan Sinterklas sebagai tokoh terkaya di dunia fiksi. Berapa hartanya? Kata Forbes, tak terhingga