PTPN I Regional 7 Digitalisasi Operasional Hingga Lini Lapangan

Berita

BANDAR LAMPUNG – Mengusung nama program “Digital Farming”, PTPN VII yang saat ini telah menjadi PT Perkebunan Nusantara I Regional 7 terus mengekspansi semua lini dengan teknologi digital. Setelah semua aspek administratif manajemen perkantoran tercover sistem digital yang memanfaatkan teknologi informasi beberapa tahun lalu, sejak 2022 mulai merambah hingga lini lapangan. Saat ini, hampir semua sistem pelaporan dari kebun, perjalanan produksi menuju pabrik, hingga analisis di pengolahan telah menggunakan teknologi digital.

Budi Susilo yang pada waktu itu sebagai SEVP Operation I PTPN VII mengatakan, teknologi digital adalah keharusan dan kebutuhan pada semua proses bisnis saat ini. Tak terkecuali, bisnis perkebunan yang masih dikesankan berada di wilayah “domestik” dengan ciri tradisional dan padat karya, saat ini terus merangkak menuju moda modern.

“Pemanfaatan teknologi tinggi berbasis digital adalah kebutuhan. Sebab, dia menawarkan akurasi yang tinggi, presisi, real time, dan efisien. Prinsip-prinsip itu berlaku umum pada semua bidang. Dengan digital farming hingga ke lini lapangan, kami sedang membangun proses operasional bisnis dengan tingkat kepercayaan yang tinggi,” kata SEVP yang saat ini bertugas sebagai SEVP di PT Perkebunan Nusantara IV Regional 2.

SEVP yang menggawangi komoditas kelapa sawit dan teh ini mengatakan, aplikasi digital farming di lini lapangan saat ini baru diterapkan di komoditas kelapa sawit dan karet. Secara progresif, PTPN I Regional 7 akan terus mengcover pada semua komoditas.

Pada komoditas kelapa sawit, saat ini sudah berjalan pada on farm dan off farm. Di pabrik (off farm), kata dia, sudah terpasang seperangkat alat sistem analisis data kehilangan produksi (losses) dalam proses produksi. Alat ini bernama FOSSNIR.

“Alat ini terkoneksi dengan semua stasiun pada pabrik kelapa sawit yang secara realtime menampilkan data. Data itu adalah indikator yang menunjukkan apakah semua sistem beroperasi dengan normal. Jika ada satu stasiun saja terdeteksi ada deviasi, operator bisa segera mengambil langkah. Alat berbasis digital ini terbukti sangat efektif menekan losses,” kata dia.

Di on farm atau kebun, kata Budi, beberapa item teknologi digital juga sudah terinstall. Pada aspek prevensi, pada semua kebun Eks.PTPN VII telah terpasang alat yang mendeteksi data cuaca secara real time. Alat bernama AWS (Automatic Weather System) ini memberi petunjuk tentang cuaca saat itu. Beberapa item yang terbaca alat ini antara lain suhu, kelembaban, kecepatan angin, curah hujan, dan beberapa indikator musim lainnya.

“Alat ini sangat penting bagi perusahaan perkebunan seperti kita ini. Sebab, kita butuh data cuaca atau iklim ini secara detail tentang kapan mulai tanam, mulai pemupukan, dan banyak indikator lain. Ini berkaitan dengan syarat tumbuh tanaman,” kata dia.

Budi juga menyampaikan sistem digital yang baru diterapkan beberapa bulan terakhir. Yakni sistem pelaporan data produksi panen kelapa sawit dari kebun hingga ke pabrik. Penerapan ini dinilai krusial karena selama ini sering terjadi selisih data antara jumlah TBS di kebun dengan ketika di diterima di pabrik.

“Kami bekali semua mandor panen dengan gadged Android dengan aplikasi sistem khusus dengan printer thermal mini. Cara kerjanya, mandor panen memfoto, memasukkan data jumlah TBS di kebun, dibarcode, lalu barcode itu sebagai pengantar bagi truk-truk pengangkut sampai pabrik. Sistem ini memastikan tidak ada yang hilang dari kebun sampai pabrik,” kata dia.

Budi menyatakan penggunaan digital farming ini sangat efektif mencegah kehilangan produksi dari semua lini. Ia mengakui perusahaan melakukan investasi cukup besar, seperti pembelian gadget dan perangkat lainnya, tetapi berdampak kenaikan benefit bagi perusahaan.

Berkaitan dengan investasi tanam ulang kelapa sawit yang sedang digalakkan, PTPN I Regional 7 mulai menggunakan teknologi Geodetik. Teknologi ini digunakan untuk menentukan posisi tanam secara presisif dengan sistem berbasis digital.

“Kalau selama ini kita mengatur baris dan jarak tanam pakai teodolit lalu ditarik tali panjang, baru ditandai posisinya, dengan Geodetik ini sudah secara digital. Soal jarak dan kelurusan itu bukan perkara sederhana. Ini penting ke depan untuk urusan pemeliharaan, sensus digital, pemupukan, sampai kemudahan proses panen. Jadi, tidak boleh asal-asalan,” kata dia.

Pada teknologi panen, Budi juga menyorongkan beberapa inovasi yang telah dilakukan. Moda pengumpulan TBS dari ketika dipanen hingga dikumpulkan ke hancak yang selama ini dilakukan secara manual tenaga manusia, kini mulai dirintis sistem mekanisasi. Budi mengaku baru mencoba satu rangkaian mesin transporter yang terdiri dari lima unit untuk pekerjaan pengumpulan hingga menaikkan TBS ke truk.

“Kami mulai menggunakan mekanisasi pengumpulan TBS di kebun. Ada lima alat yang bekerja secara paralel. Yakni, fruit grabber, scrissor lift, traktor, truck with aron roll dan bin, arm roll, dan truk. Lima alat ini dioperasikan oleh dua orang dengan kapasitas kerja yang jauh lebih cepat dari tenaga kerja manual,” kata Budi.

Dengan berbagai pembaruan dan pendekatan teknologi digital, Budi meyakini masa depan PTPN I Regional 7 akan jauh lebih baik. Sebab, kata dia, beberapa simpul yang saat ini telah diendors dengan digital farming ini merupakan aspek-aspek yang selama ini cukup menjadi beban dan permasalahan dalam operasional.

D-Farming Karet

Linier dengan penerapan digital farming pada sawit, di komoditas karet juga sudah dimulai. SEVP Operation PTPN I Regional 7 Wiyoso menyampaikan, setidaknya ada tiga aspek operasional lini lapangan di komoditas karet yang saat ini sudah mulai dijalankan. Beberapa pos operasional dijadikan prioritas.

Pos pertama adalah pada penerimaan pembelian karet. Wiyoso mengatakan, pos ini cukup krusial karena menyangkut kepercayaan dan reputasi perusahaan. Lebih dari itu, potensi terjadinya deviasi dari yang seharusnya cukup besar.

“Kami menggunakan alat ukur berupa timbangan yang terhubung secara real time dengan pencatatan yang presisi. Jadi, ketika bokar (bahan olah karet) pembelian datang, dicek dan disortir dengan cara dibelah, kalau dinyatakan layak langsung ditimbang. Angka pada timbangan itu sudah menjadi laporan awal yang valid dan ter-record pada semua sistem,” kata dia.

Masih menyangkut alat ukur timbangan, digitalisasi juga sudah diterapkan di kebun. Seluruh timbangan yang digunakan di setiap stasiun pengumpulan lateks (STL), setiap getah yang disetor penyadap akan ditimbang dengan timbangan yang dilengkapi dengan wi-fi dan terhubung dengan kantor sistem di Kantor Sentral.

“Kantor Sentral secara realtime sudah mendapat laporan dari timbangan yang sedang digunakan di STL. Jadi, nggak ada lagi manipulasi data, misalnya ada 60 kilo dicatat hanya 55 kilo, begitu. Angka ini nanti juga akan mengkonfirmasi ketika getah ini sampai pabrik,” kata dia.

Selanjutnya, yang tak kalah krusial bagi proses penggalian produksi komoditi karet adalah soal kehadiran para pekerja. Wiyoso mengatakan, operasional penggalian produksi secara keseluruhan telah direncanakan melalui Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) yang kemudian dibagi kepada setiap unit kerja. Oleh karena itu, faktor kehadiran penyadap yang kurang tertib sangat mempengaruhi produktivitas sehingga berpotensi tidak mencapai RKAP.

“Faktor kehadiran penyadap ini sangat menentukan pencapaian produksi. Oleh karena itu, kami merasa sangat perlu untuk mendisiplinkan presensi atau pencatatan kehadiran tanpa manipulasi. Kami gunakan sistem digital untuk soal ini yang bisa dipantau juga secara realtime,” tambah dia.

Namun demikian, Wiyoso menyatakan secanggih apapun alat dan sistem yang digunakan, pada akhirnya tetap ditentukan oleh faktor manusia. Ia mengingatkan kepada semua level pimpinan di PTPN I Regional 7 untuk terus mengawal dan mengawasi penggunaan sistem ini agar berjalan dengan semestinya.

“Alat, secanggih apapun adalah sebatas alat bantu. Kuncinya tetap kembali ke niat baik atu integritas personel. Jika dijalankan dengan integritas tinggi, saya yakin penerapan digital farming akan menjadi masa depan kita semua,” kata dia. (*)

Leave a Reply