Inovasi Mahasiswa UNEJ, ‘DryToba’ Ubah Wajah Pengeringan Tembakau Lumajang

Berita

Jember, 26 Oktober 2025 – Sektor pertanian tembakau Indonesia, khususnya di Kabupaten Lumajang, secara historis menghadapi tantangan besar akibat ketidakpastian iklim. Di Dusun Tabon, Desa Bades, Kecamatan Pasirian, proses pengeringan tembakau konvensional tidak hanya memakan waktu 7–10 hari, tetapi juga sangat rentan terhadap curah hujan tinggi. Kondisi ini memperpanjang waktu pengeringan hingga 15 hari, menyebabkan sekitar 30% produk tembakau mengalami penurunan mutu dan kerugian finansial akibat turunnya harga jual hingga 20%.

Merespons urgensi untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas komoditas strategis ini, Universitas Jember (UNEJ) tampil dengan solusi inovatif yang diakui secara nasional. Tim mahasiswa UNEJ melalui Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penerapan IPTEK (PKM-PI), berhasil meraih pendanaan dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) Republik Indonesia. Capaian ini diperoleh berkat inovasi mereka berupa alat pengering tembakau otomatis bernama DryToba.

DryToba dirancang sebagai jawaban atas masalah pengeringan yang dihadapi ‘Sukatani’ Kelompok Tani Desa Bades, salah satu kelompok budidaya tembakau terbesar di Lumajang dengan lahan ±150 hektar dan melibatkan lebih dari 120 keluarga petani. Alat ini berfungsi untuk membantu proses pengeringan agar lebih cepat, higienis, dan ramah lingkungan, tidak lagi bergantung pada kondisi cuaca.

Rizki Agus Setyawan selaku ketua tim pelaksana menjelaskan, mesin pengering modern DryToba dikembangkan untuk mengatasi kendala pengeringan yang selama ini menjadi hambatan utama petani. Mesin ini dirancang untuk menjaga suhu ideal pada kisaran 30 derajat Celsius dan dapat bekerja otomatis selama 24 jam tanpa tergantung cuaca.

Keunggulan teknologi DryToba terbukti signifikan. Mesin ini mampu mengeringkan hingga 250 kg daun tembakau basah dalam waktu hanya 2–3 hari, jauh lebih cepat dibandingkan metode konvensional yang memakan waktu hingga dua minggu. Inovasi ini meningkatkan efisiensi pengeringan hingga 70% dan mampu menekan tingkat kerusakan produk yang semula 30% menjadi hanya 3%.

“Sebelumnya kami harus menunggu cuaca panas beberapa hari agar tembakau bisa kering sempurna. Sekarang, dengan alat ini, prosesnya lebih cepat dan hasilnya lebih bagus. Kualitas tembakau kami juga stabil, jadi harganya tidak jatuh,” ujar Gunawan, Ketua Kelompok Sukatani yang merasakan langsung manfaat DryToba.

Secara finansial, inovasi ini memberikan dampak ekonomi yang nyata. Dengan biaya operasional mesin yang diperkirakan Rp3.000.000 per musim, petani mitra dapat meningkatkan pendapatan bersih hingga 25%. Rata-rata pendapatan bersih per hektar dari budidaya tembakau yang sebelumnya Rp50.000.000, kini berpotensi meningkat menjadi Rp62.500.000 per hektar.

Program PKM-PI ini tidak hanya menyerahkan alat, tetapi juga memberikan pelatihan intensif kepada petani mengenai cara perawatan alat, pemeliharaan suhu, serta pengelolaan hasil panen tembakau agar lebih bernilai jual di pasaran. Hal ini memastikan keberlanjutan dan adopsi teknologi oleh masyarakat setempat, menjamin investasi riset ini dapat dinikmati dalam jangka panjang.

Diharapkan, penerapan teknologi inovatif seperti DryToba dapat menjadi langkah awal menuju pertanian tembakau modern yang efisien dan berkelanjutan di wilayah Lumajang. Inovasi ini sekaligus menjadi bukti kontribusi nyata mahasiswa UNEJ dalam memecahkan masalah di tengah masyarakat dan mendorong peningkatan kualitas komoditas unggulan daerah.